Beberapa hari yang lalu, suhu tubuh adikku tinggi. Sebuah bencana besar mengingat adikku baru berumur dua setengah tahun. Kita semua tahu dia mulai sakit saat dia hanya melakukan sedikit kegiatan, sangat kontras dengan kebiasaan dia sehari-hari yang terkenal supel.
Malam itu dia tidak bisa tidur. Dia terus menangis entah pusing, mual, atau lapar kita tak bisa tahu. Karena suhu yang tak kunjung turun, Ibuku langsung membawanya ke rumah sakit. Dokter menyarankan untuk dirawat inap setelah dia muntah di sana. Hanya berdua dengan ibu.
Aku mendengar keluhan kalau dia tidak bisa tidur semalaman, menangis terus-menerus, dan juga tidak mau makan. Sore harinya aku dan adikku yang pertama menjenguk dia.
Awalnya dia sedang tidur, tapi tidak lama, bangun lalu nangis kembali. Tidur dan menangis dengan alat infus yang tersambung dengan tubuhnya. Saat itu dia hanya bilang, "Mau pulang". Matanya terlihat kalau dia kurang tidur sekali dan kegiatannya seharian adalah menangis.
Sampai akhirnya salah satu teman ibuku datang membawa suatu box. Dia sebut dengan ayam walaupun sebenarnya itu bebek, dengan teh manis di genggamannya yang biasa dia bilang, "Air botol". Akhirnya dia mau makan.
Dia makan cukup banyak dengan lahapnya. Setelah itu, aku mulai melihat dia yang sebenarnya lagi. Dia mulai lompat, jalan kesana-kesini, membuka dan memegang apa saja yang dapat dia raih. Walaupun aku harus kerepotan membawa infus dan mengingatkan dia agar tidak lari-larian, (Ya, dia mencoba berlari!) tapi aku senang melihat dia kembali lagi. Dia bercanda dengan adikku, tertawa, dan mulai banyak bicara. Aku tidak mendengar tangisan dan tidak melihat muka yang muram.
Di situ aku tahu, tidak peduli di tempat seburuk apa kita dengan kondisi separah apapun kita, jika kita berusaha dan menemukan apa yang kita cintai, semua akan terasa lebih baik. Semua sakit yang adikku rasakan, tidak terlihat malam itu. Dia cukup kuat dan bisa melewati itu semua dengan cara dia.
Dia yang biasa membuat orang lain tertawa, tapi di waktu tertentu, dia juga membutuhkan orang lain untuk membangkitkan dia. Itu yang aku pelajari pada malam itu.
Sampai saat aku pamit pulang aku mendengar suara itu lagi.
"Mama, aku mau pulang."