Kamis, 23 Maret 2017

Akhirnya Kau Hilang

Aku sudah terbiasa oleh dirimu
Mengucap selamat malam adalah kebosanan favoritku,
Begitu pula menunggumu.

Aku sudah terbiasa dengan semua ini
Aku hafal betul tentang matamu
Aku tahu rambutmu saat diterpa angin
Apalagi senyum tipis yang tertabur manis.

Tawamu adalah suara yang selalu memekkakkan telingaku
Yang membelah jantungku
Bagai karang yang dihempas ombak
Memotong batas kewarasan mencintaimu.

Tapi kau memaksa hanya kenangan
Aku tidak biasa dengan kenangan itu
Sendiri menyusuri tentang puisi lama yang menjadi sepercik masa depan.

Apa kau lihat aku menyatu dengan abu?
Aku mencoba menghapus diriku sendiri.

Sabtu, 11 Maret 2017

Restoran

Kemarin, aku menyempatkan diriku untuk mengisi kekosongan perut di sebuah restoran cepat saji. Aku masuk bersamaan dengan keluarga kecil, sederhana, namun nampak bahagia. Suasana di sana cukup ramai, membuat karyawan restoran harus cekatan dan sigap melayani pelanggan-pelanggannya.

Aku harus mengantri dua urutan sebelum dapat memesan makananku. Di depanku, sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta tertawa-tawa walaupun kutahu, lelucon yang dibuat perempuan itu tak lucu sama sekali. Tapi kadang begitulah, dia harus menjaga mood perempuan itu dengan tertawa, walau terpaksa.

Yang menarik adalah pelayan restoran tersebut tetap tersenyum dan melayani dengan profesional, walaupun dengan kumpulan anak kecil di sebelahku. Aku mendapat tempat duduk di pojok, sendiri. Tawa, senyum, dan rasa bahagia bercampur jadi satu. Di sebrang sana, karyawan dengan temannya sedang menyantap burger makan siangnya dengan lahap. Tidak jauh dariku, seorang ibu dengan pakaiannya yang glamour sedang menyuapi anaknya yang masih bayi sup.

Sambil menyantap hidangan, Aku menyadari bahwa tidak ada perbedaan di antara kita semua. Semua menyantap makanan yang sama. Semua dilayani dengan cara yang sama. Dan kita semua dapat bahagia yang sama. Entah kalian anak-anak, seorang karyawan, ibu rumah tangga, atau penganggur, kalian tetap sama.

Restoran ini seolah memberikan jawaban kepadaku, bahwa kita setara.

Jumat, 03 Maret 2017

Did The Oscars done a Good Job?

Nobody perfect. Mungkin itu kalimat yang cocok untuk pergelaran Oscars tahun ini. Acara penghargaan film termegah yang dibawa oleh presenter talk show ternama, Jimmy Kimmel, berlangsung menarik, mungkin amat menarik hingga sampai selesai. Tapi, apakah menarik dalam hal positif?
Audience dibuat semangat oleh Justin Timberlake dengan lagu Can't Stop The Feeling yang pastinya membuat mood mereka bagus. Ditambah lagi monolog Kimmel yang baik mengatur porsi antara serius dan bercandanya. Dia men-diss beberapa artis seperti Meryl Streep, sutradara Damien Chazelle, dan tidak lupa "musuh abadi"nya yaitu Matt Damon, tanpa membuat nama mereka jatuh.
Yang membuat acara kali ini berbeda adalah Donald Trump. Seakan semua orang di Dolby Theater membelakangi sang presiden. Disindir saat monolog Jimmy Kimmel, pidato pemenang film bahasa asing, tweet Kimmel kepada Trump, dan masih banyak lagi. Is it an Academy Awards or Political Awards?
Saya dibuat kagum oleh Auli'i Cravalho yang menyanyikan soundtrack filmnya, Moana. She is sixteen-year-old girl! And she nailed it. Walaupun sempat terganggu oleh bendera yang di bawa dancer, tapi dia tetap profesional, great job!
Oh ya! Saya juga suka dengan ide Kimmel yang memberi coklat dan kue gratis untuk audience. Lelucon yang dikeluarkan Kimmel pun pas untuk acara sebesar Oscars, tidak berlebihan. Dan saya juga suka dengan tur bus yang dengan mengejutkan masuk ke Dolby Theater.
Sebenernya hanya satu dan sangat buruk kesalahan Oscars tahun ini. Kalian pasti tahu, apalagi kalian yang jatuh cinta dengan La La Land. Tidak bisa dibayangkan, acara Oscars, salah amplop, membuat seluruh acara flop. Kesalahan teknis? Payah. Settingan? Berlebihan. Untung sekali lagi, Jimmy Kimmel menyelamatkan acara tersebut.
Secara keseluruhan, acara ini bisa menjadi jauh lebih baik dibanding Grammy Awards. Tapi kesalahan ini seakan menurunkan harga diri Academy Awards.
How 'bout your opinion guys?